Profile Pokja

Jumat, 16 Mei 2014

UPK PNPM, Menjadi BUMDes Antar Desa!.

Oleh : Iskandar NH., SH.*

Setelah tanggal 18 Desember 2013 diputuskan oleh DPR RI, dan ditetapkanya UU No. 06 Tahun 2014 pada tanggal 15 Januari 2014 para pelaku PNPM mengalami suasana galau, kegalauan yang muncul setelah UU Desa itu antara lain, Keberadaan UPK dengan dana yang dikelola (SPP dan UEP) yang dikembangkan sejak PPK hingga berevolusi menjadi  PNPM MPd, dan Keberadaan kelembagaan yang dikembangkan BKAD serta lembaga teknis pembantu BKAD (UPK, BP-UPK, TV, TP dan TPM) dan Nasib Fasilitator dan Konsultan. 

Keberadaan PNPM selama ini memang menjadi oasis yang membanggakan ditengah semaraknya suasana pembangunanisme. Bahkan bisa dikata menjelma menjadi habitus baru yang tidak bisa dipisahkan dengan denyutan dari sendi pembangunan diperdesaan. salah satu contoh adalah; PNPM menjalankan serangkaian kegiatan pembangunan dengan pedoman PTO (Petunjuk Teknis Operasional) yang lebih manjur dalam mengerakkan partisipasi masyarakat dan swadaya, yang kedua BLM (Bantuan Langsung Masyarakat), yaitu dana yang diperebutkan oleh desa-desa yang berpartisipasi melalui serangkaian proses tahapan yang dilalui. mulai dari Musyawarah Dusun (Musdus), kemudian dibawah ke Musyawarah Desa Khusus Perempuan (MDKP) dan akhirnya diputuskan di Musyawarah Desa Perencanaan (MDP)., kemudian disusun Proposal, dan Tim Verifikasi mensurvei hingga di Putuskan Prioritas Usulan melalui MAD (Musyawarah Antar Desa)., berakhir dengan SPC (surat penetapan camat) atas nama Bupati, setelah ditetapkan dalam Musyawarah Antar Desa (MAD Pendanaan). 
Serangkaian proses panjang yang dijalani oleh PNPM MPd itu semua, bisa dikata proses yang paling demokratis dan partisipatif, diantara perencanaan pembangunan yang ada. over all itu semua adalah dengan adanya tenaga Pendamping masyarakat Fasilitator Kecamatan (FK/FT) juga keberadaan Fasilitator Kabupaten (FasFab), RMC dan NMC., tradisi baik yang terbangun melalui pendekatan keprograman ini diharapkan mengilhami proses pembangunan reguler yang ada dalam amar UU NO. 25 Tahun 2004., tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, lebih matang.

Bisa dibilang PNPM ini, melakukan hal yang baik meski belum Benar secara Hukum, namun sebaliknya, proses reguler yang ada itu benar secara hukum tapi kurang baik pelaksanaannya. dengan begitu, diharapkan UU No 06 Th. 2014 ttg Desa ini, bisa mengawinkan kebiasaan PNPM dengan Pembangunan Reguler. dan juga bisa menjawab problem-problem keprograman yang ada di desa., persoalan yang menjadi kegalaun dari problem UPK dengan dana bergulir yang ada ditengah masyarakat yang jumlahnya milyaran rupiah disetiap kecamatan, jika tidak ada pendampingan apa yang terjadi dengan dana milyaran tersebut., dan bagaimana mengawal tradisi partisipasi tentang pembangunan partisipatif ini. 
Jika kegalauan itu muncul akibat UU No. 06 Tahun 2014, maka kita harus melihat kembali kesumber kegalauan, tentang kebijakan PNPM berhenti seiring  masa jabatan Presiden SBY berakhir. jika ditelaah kajian yang mendalam, bahwa UU Desa yang dilahirkan oleh Pemerintahan SBY ini, bisa disebut sebagai manifestasi dari saripati yang ada di PNPM. itu bisa  dilihat dari Draf Naskah Akademik RUU desa, banyak sekali refferensi yang dinukil dari PNPM MPd.  juga Presiden SBY pada Pidato Pengantar sebelum disahkan RUU Ttg Desa di DPR,  Presiden meminta agar UU Desa ini dapat dilaksanakan sebagaimana PNPM MPd selama ini, serta content draff  UU ini, sudah biasa didialektikakan oleh pelaku PNPM. maka dari itu sesugguhnya UU Desa ini sudah mewadahi dari kegalauan para pendekar/pejuang pembengunan desa ini. 
wadah untuk menjawab itu ada di UU ttg Desa No. 06. dalam BAB X tentang BUMDes dan BAB XI tentang Kerja Sama Desa, adalah jawaban dari kegalauan diatas, dilihat dari fungsi yang diamanatkan dalam pasal-pasal yang ada di BAB X. yang Mengatur tentang pembentukan dan jenis usaha yang dilakukan, mekanisme kerja dan hasil usaha yang didapatkan, dan dipertegas dengan BAB XI tentang Kerja sama desa dan Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD), maka  penulis simpulkan bahwa; wadah dan ruang yang harus dimasuki oleh pelaku PNPM sudah ada semua dalam UU Desa ini, pertama UPK (unit pengelola kegiatan) bisa menjadi Badan Usaha Milik Desa Antar Desa, dengan begitu menjawab perdebatan tentang status Hukum yang harus melindunggi aset yang dimiliki PNPM/UPK ini, sebab keberadaan BUMDes Antar Desa ini diatur dalam pasal 92 ayat 6; dalam pelayanan usaha antar desa dapat dibentuk BUMDes yang merupakan milik dua desa/lebih. dengan ketentuan UU ini bisa menjadi jawaban atas kebingungan tentang status UPK, selama ini dengan wacana pilihan-pilihan status BPR, KOPERASI, PERSERO, BPR Syariah dan Lain-lain.

dilihat dari mekanisme dan pola kerja, Bahwa UPK PNPM itu sudah atau telah menjalankan  fungsi BUM Antar Desa, sebagaimana dalam penjelasan UU No. 06 th 2014 ttg Desa, Pasal 89 ayat 1, berbunyi: BUM Des dibentuk oleh pemerintah desa untuk mendayagunakan segala potensi ekonomi, kelembagaan perekonomian, serta potensi sumber daya alam dan sumberdaya manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, BUM Desa secara spesifik tidak dapat disamakan dengan badan hukum seperti perseroan terbatas, CV (commanditaire vennotschap) atau Koperasi. oleh karena itu, BUM Desa merupakan suatu badan usaha bercirikan desa yang dalam pelaksanaan kegiatannya disamping untuk membantu penyelenggaraan pemerintahan desa, juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa, BUM Desa juga dapat melaksanakan fungsi pelayanan jasa, perdagangan dan pengembangan ekonomi lainnya, Dalam meningkatkan sumber pendapatan desa, BUM Desa dapat menghimpun tabungan dalam skala lokal melaluI pengelolaan dana bergulir dan simpan pinjam, BUM Desa dalam kegiatanya tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga berorientasi untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.
 
Hal penting kedua adalah, keberadaan BKAD dan status hukumnya: status hukum BKAD adalah dilahirkan oleh perintah Undang-Undang, melalui Peraturan Bersama Kepala Desa, maka keberadaannya sah dan legal. pasal 92 ayat 3 berbunyi; pelaksana kerjasama desa dilaksanakan  oleh Badan Kerja Sama Antar Desa yang dibentuk melalui peraturan bersama kepala desa. dilihat dari peran, fungsi, bentuk dan mekanisme kerja BKAD yang ada disetiap kencamatan yang difasilitasi oleh PNPM MP selama ini, maka untuk menjalankan UU desa tidak sulit untuk dilaksankan, sebab sudah ada wadah dan organisasi BKAD yang menjadi pemangku kepentingan untuk proses pembangunan yang partisipatif, juga BKAD sebagai pemangku kepentingan atas dana perguliran yang dijalankan UPK melalui SPP dan UEP PNPM.
Hal ketiga, menjawab atas kegelisahan pelaku khususnya bagi Konsultan dan Fasilitator PNPM MP. bahwa perintah UU No O6 Tahun 2014, ini dijelaskan dalam pasal 90 dan pasal 212 dengan gamblang bahwa di butuhkan "Pendampingan" pada ayat-ayat  penjelasan yang di maksud "pendampingan" adalah menyiapkan sumberdaya manusia dan managerial,  oleh pemerintah melalui Pemerintah Propinsi agar menyiapkan tenaga pendamping tersebut, dan menjadi fakta dan telah lazim dalam sebuah kebijakan dewasa ini untuk agar berhasil harus menyiapkan 4 hal: Pertama Peraturan yang baik, Kedua management, Ketiga Dana dan keempat Pendamping. .semoga pemangku kebijakan sama dengan gagasan ini. Amin.

* penulis Sebagai pelaku PNPM di Kabupaten Kediri,
 




5 komentar :

Tetap semangat,,
Kami dari UPK Satria Mandiri Kec.Lumbir

Koreksi Pak,,,bukan Pasal 89 ayat 1, berbunyi: BUM Des dibentuk oleh pemerintah ...dst. Tetapi Pasal 87 ayat 1......trims

yang lebih tepat transformasi UPK ke Lembaga Keuangan yang profesional berbadan Hukum seperti Koperasi Syariah (BMT).

sampai dimana tindak lanjutnya ............ masih adem ayem
tolong kami beri no kontak UPK Takengon .

Posting Komentar