Kediri (RBM). Monumen di Simpang Tiga itu
tetap berdiri dengan anggunnya. Hitam kelabu ke kuning-kuningan memantulkan
cahaya perak keemasan dikala matahari menerpanya, namun ada kalanya cahaya itu
redup tapi tidak mampu menghalangi sosok wajah tua yang memancarkan “Daya
Pangaribawa” angker diantara tumpukan batu SERINJING yang berlumutan dikelit
mata rantai di selingkarnya.
Itulah
wujud monumen sosok “ BHAGAWANTA BARI ”
sebagai lambang kekuatan sejarah pada jamannya dan sebagai simbol kearifan
budaya lokal yang penuh dengan misteri dan perlu dikaji peran, pesan serta
pagan (kekuatan) nya.
Perjalanan
sosok sang BHAGAWANTA BARI bagai
mentari yang melintas bumi, dia terbit dan diterbitkan bagai surya membuka
cakrawala pagi, kemudian secara perlahan telah menapakkan serta meniti sambil
memberi kehangatan hidup.
Sang BAGAWANTA BARI, dia terus mendaki sampai di titik kulminasi sebagai
punggawa ataupun abdi dalem keraton mataram hindu yang dalam kesetiaan akan
panggilan hidup mampu menorehkan simbol kearifan budaya lokal.
Harus
di akui bahwa perjuangan dalam menempuh apa yang telah “disanggeminya” dalam
kedudukan dia sebagai Sang Bhagawan / Sang Guru atau “Rsi” sangat teguh dan
tegar. Ia pemimpin yang mengajarkan, ia berbuat serta meneladani dan memberikan
semangat untuk menjadi kuat. Dan sayangnya, kemudian kita terlelap dalam buaian
budaya manca yang semakin mengikis tatanan tradisional yang dalam kenyataan nya
banyak menyandang nilai – nilai luhur.
Dan
waktupun terus bergulir, setelah mencapai puncak karyanya, kemudian alampun
menghantarkan perlahan untuk hidup menuju senja dengan kedamaiannya.
Namun
puncak karyanya tak akan redup oleh sejarah dan jaman walau hari ini telah
mencapai usia 1210 tahun, nama itu masih dikenang. Saluran dan tanggul Harinjing tetap berdiri dengan kokohnya
sejak tonggak sejarah dipancang di hari ke Sebelas Suklapasa bulan Caitra tahun
726 saka ( Tanggal 25 Maret Tahun 804 M ) menjadi tengara awalnya Kediri Purba.
Sosok
BHAGAWANTA BARI adalah sosok manusia
yang memiliki jiwa patriotisme dan gotong royong yang tinggi serta kearifan
budaya.
Tiga hal itulah
yang tercermin dan mudah dipahami serta dikenali sampai saat ini.
1.
Jiwa patriot :
Secara etimologis, patriotisme berasal
dari kata “patria” yang berarti bapak
dan “isme” yang berarti paham.
Kata bapak disini dapat berarti suatu
paham dimana dan darimana dia dilahirkan yang bermuara suatu paham mencintai
akan pembelaan dimana dia dilahirkan dan mengembalikan sesuatu yang asasi dia
kembalikan dimana dia dihidupi.
2.
Gotong royong :
Gotong
royong atau dapat disebut bekerja bersama-sama adalah merupakan nilai yang
berakar dari budaya jawa. Nilai itu semula merupakan kehidupan bernuansa arakat
dalam menerobos, memecahkan serta mengatasi problem dan atau benturan-benturan
permasalahan ketika timbul di masyarakat
Dalam
budaya yang bertambah kegiatan tersebut pada dasarnya mengemukakan solidaritas
kehidupan dipedesaan gotong royong merupakan nilai dasar yang dapat menciptakan
jaringan sosial yang berfungsi untuk memecahkan persoalan sehari-hari yang
dihadapi.
3.
Kearifan budaya
Kerifan
budaya lokal jawa lahir, tambah dan hidup berkembang sepanjang perjalanan
sejauh jawa itu sendiri. Budaya jawa terwujud dalam berbagai bentuk
representasi baik berupa Gagasan,
pemikiran, ajaran-ajaran moral/spiritual, ajaran filsafat maupun gagasan
dan konsep kepemimpinan serta bermasyarakat.
Dari cakupan 3 (tiga)
hal tersebut itulah maka peran yang dijalankan, pesan yang ditinggalkan serta
pagan atau kekuatan yang ditunjukkan tetap membekas sampai kini. Tak ubahnya PNPM “ Mandiri Perdesaan “, bendera itu
telah dikibarkan dan sudahkah lambaian ujungnya menyentuh kehidupan masyarakat?
:
·
Apakah masyarakat cukup memandang
dari jauh dan kemudian menaruh rasa hormat sambil berdiri dalam benturan para
pengambil kebijakan ?
·
Ataukah masyarakat harus
berperilaku menjadi pemeran yang baik dari Sang Sutradara ?
Entahlah apapun nama sebutan dan istilahnya yang
miring dan serta bertumbuh dalam sebuah peradaban yang tak terbendung, tetapi “
Sang Bhagawanta Bari “ masih menggenggam
sebaris ungkapan dan seolah menyampaikannya “ NISCAYA KEMANDIRIAN ITU SEGERA TERWUJUD. UNGKAPLAH PESAN BUDAYA YANG
ADI LUHUNG YANG DAPAT MEMBERI SEMANGAT YANG SELAMA INI SELALU BERDIRI DIBALIK
KELIR DALAM WIRACARITA “. oleh: Ki
Juru Martani
0 komentar :
Posting Komentar